Menengok Toilet


Kita mungkin pernah melihat bangunan yang dari luar terkesan waah, tapi dari dalam bagai kapal pecah. Logika kebalikan berlaku di sini. Ada juga bangunan yang dari luar biasa-biasa saja namun dari dalam tampak asyik dan bikin betah. Dari situ, kita mulai bisa membedakan antara seni arsitektur eksterior dengan desain interior.

PKKMB: Mahasiswa Ngga’ Cuma Tentang Kuliah, Tidak Pula Unjuk Rasa


Jika ada yang bilang bahwa lulus SNMPTN atau SPMB atau jalur apapun demi masuk perguruan tinggi merupakan sebuah kemenangan yang patut dirayakan, maka itu tidaklah salah. Kita berhak merayakan apa saja yang kita inginkan bahkan jika itu merupakan satu kemenangan kecil. Mendapatkan kenalan cakep pas mengikuti PKKMB, misalnya. Hehehe^^ 

Jika kita merasa itu layak dirayakan, ya monggoh-monggoh saja. Ini negara merdeka, brur. Lagipula kalau kita ingat sudah berapa lama kita mendem perasaan ingin masuk perguruan tinggi hanya untuk menyandang terma Mahasiswa, maka lulus tes masuk perguruan tinggi juga bisa dikatakan sebagai suatu kemenangan yang lumayan.

“Nah loh, kuk lumayan? Tes masuknya susah, tau!” sergah kawan sebelah tidak terima. Naga-naganya situ Maba yah, Mahasiswa Baru?

Liburan Murah Menuju Pemandangan Surgawi: Laguna Seharga Rp 70.000,00



Sempu, 17 Juni 2011
Sekali ini saya ingin menghindari bicara politik, urusan asmara, dan lain sebagainya yang berpotensi membuat saya jadi ngrasani orang lain. Ini bulan Syawal, bulan seusai bulan Ramadan di mana kita selama sebulan digembleng untuk mengurangi segala hal yang buruk-buruk termasuk kebiasaan ngrasani orang meski itu adalah anggota dewan yang serba nggilani sekalipun.


Sore Ini...

i hugged you so tightly, so you won't feel so lonely
Aku mencoba mengingat suatu hari yang entah kapan tapi pasti pernah kita lalui. Kau tahu, tak pernah ada tanggal bagi kita. Memori itu sering muncul begitu saja tanpa perlu terlebih dahulu aku membuka kalender. Kau duduk di tepian telaga malam-malam. Menangis. Kau umpat dunia dan seisinya yang mungkin akan kau hancurkan jika saja kau mampu. Kau begitu menyukai bulan dan bintang, tapi tidak dengan bumi. Kau bilang, bumi terlihat buruk sebab ada banyak laki-laki di dalamnya.
Nampaknya kau sedang patah hati. Dan entah sudah yang keberapa, aku tak ingat.

“Semua laki-laki itu sama.” Katamu, seolah sudah dikhianati oleh seluruh laki-laki. Seolah-olah kau sudah pernah menjadi kekasih semua lelaki. Kau bahkan menafikan bahwa aku yang sedang memeluk menenangkanmu adalah juga laki-laki. Hanya saja kau lebih suka memanggilku, “adik”.  Ah, aku bahkan bukan adikmu…

Pupus

Rasanya aku pernah menyempatkan sedikit waktu untuk menulis pesan padamu -Menanggapi kesakitanmu di satu malam tiga tahun silam. Saat kerinduanmu membentur dinding-dinding beku yang acuh memantulkan segala rasa kesalmu, laki-laki itu malah sibuk menyemai buah kangen yang lain. Dari perempuan lain, katamu. Saat itu aku hanya mampu menulis: Tenanglah. Jauh di palung hatinya, lelaki itu juga takut kehilanganmu.

Me Time Vs Writer’s Block

Konon, setiap dari kita pasti pernah mengalami masalah dengan mood yang bisa mengurangi hasrat kita terhadap sesuatu.  Misalnya ketika anda kehilangan hasrat untuk makan setelah seorang teman bercerita hal-hal yang membuat anda menjadi mual. Pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana cara mambangun kembali mood tersebut? Jawabannya sebenarnya sederhana, anda tidak mungkin berhenti makan selamanya!

Beberapa jam yang lalu seorang kawan baik menanyakan hal serupa namun dengan subyek pembicaraan yang berbeda. Saya kira dia adalah orang kesekian yang mengaku memiliki hasrat menulis atau menjadi seorang penulis. Namun di saat yang bersamaan, hasrat itu, ia akui sedang mandek. Entah oleh waktu luang yang tidak memungkinkan atau kadang juga karena mood. Dalam istilah populer dunia kepenulisan, gejala mandeknya proses kreatifitas menulis biasa disebut dengan writer’s block.

Airport

Baru saja kupejamkan mata. Saat aku membukanya, aku baru tersadar bahwa banyak yang akan aku rindukan setelah ini. Aku ingat saat pertama kali masuk kuliah, ketika pertama kali bertemu denganmu: sebuah ruangan bernama T4.03.11, 12 Sepetember 2007. Sweater hitam dengan bawahan accent blue jeans. Aku hanya melihat bahumu saat mendengar nama Berliana Galuh dipanggil yang kemudian diikuti oleh acungan tangan kananmu. Dalam satu undian, kamu sekelompok denganku. Dan hei, aku jadi punya nomer ponselmu. Aku pun mengajakmu keluar pertama kali pada malam rabu menjelang akhir semester 1. Apa kamu sadar, Lian? Aku belum pernah segugup itu berhadapan dengan seseorang. Bahkan sampai hari ini, belum kutemukan rasa gugup yang sama dengan waktu itu. Yah, ada kekuatan di wajah kamu yang selalu bisa membuatku kehilangan kemampuan berbahasa saat menatapnya. Ah, dasar Jelek...

Korelasi Skripsi dengan Orang-Orang Membosankan di Senayan


Akhir-akhir ini saya menemukan banyak sekali alasan untuk bosan. Rasa bosan tersebut masih harus diakumulasi dengan perasaan exhausted yang membuncah -ketika setelah sekian jurnal bahasa yang saya baca tidak juga memberi saya ilham untuk menentukan judul skripsi agar bisa saya selesaikan akhir April nanti. Barangkali kebosanan saya ini sama besarnya dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang DPR. Anda tahu, mereka sedang bernafsu membangun gedung baru senilai triliunan rupiah. Hipotesa saya, mereka hanya bosan dengan gedung lamanya yang tidak memiliki tempat spa, kolam renang, dan fasilitas hotel bintang lima lainnya. “Ini untuk mengoptimalkan kinerja anggota kita,” ujar Marzuki Alie, ketua DPR yang sekaligus merupakan makhluk paling lucu di seantero Sinayan.

Mahasiswa dan Ketakutan Bernama Kenaikan Biaya Kuliah

Di dunia ini, kawan tahu, segala hal yang ada di bawah matahari, pastilah memiliki rasa takut terhadap sesuatu. Seorang rektor takut tidak mendapat SK dari menteri; menteri khawatir terkena reshuffle dari presiden; presiden gerah dengan demo mahasiswa; sedang mahasiswa sendiri cemas dengan rektor yang bisa saja menaikkan biaya kuliahnya.



Hal terakhir di atas tersebut, bisa jadi adalah jenis kekhawatiran yang selau merangsek masuk dalam fikiran mahasiswa setiap tahun ajaran berganti. Ketakutan, apapun bentuknya, seringkali menimbulkan chaos atau kekacauan –minimal kekacauan dalam batin. Hal ini dikarenakan tipikal dari ketakutan itu sendiri yang bersumber pada ketidak jelasan suatu objek. Kita takut dengan hantu sebab kita tidak bisa melihatnya sehingga kita cenderung membayangkan wujud-wujud yang mengerikan yang ada dalam otak kita.

Kado Terindah


Beberapa hari yang lalu, seorang teman bertanya tentang kado apa yang kira-kira cocok dibungkuskan buat kekasihnya. Agak sedikit lucu, mengingat (setahu saya) hubungan mereka yang tidak kurang dari empat tahun sejak mereka masih berseragam putih-abu2.

Dalam masa sepanjang itu, bukankah tidak terlalu sulit untuk sekedar menerka apa yang sekiranya diinginkan oleh pasangan kita. Kemudian saya teringat tentang catatan saya yang berjudul "Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci" yang lebih dulu saya posting di Notes (Facebook). Bahwa bukanlah hal yang tidak mungkin untuk kita tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh pasangan kita, justru setelah bertahun-tahun kita mengenal dan dekat dengannya.
Atau... malah bisa jadi juga kita bingung, justru karena kita sudah memberikan semua yang pernah diinginkannya sehingga sulit memilih mainan baru untuknya. Ah, jadi ikut bingung juga akhirnya...

Saya, Ibu, Presiden, dan Sinetron


Beberapa sahabat saya sering memersoalkan tentang kenapa saya jarang pulang padahal rumah relative dekat meski berada di luar Surabaya. Dan setahu mereka, tidak ada yang perlu saya apeli di sini saat akhir pekan tiba.


Itulah satu-satunya kabar baik yang bisa saya sampaikan saat ini setelah lama tak menulis di notes (sejak dari PPL di Kediri).