Pupus

Rasanya aku pernah menyempatkan sedikit waktu untuk menulis pesan padamu -Menanggapi kesakitanmu di satu malam tiga tahun silam. Saat kerinduanmu membentur dinding-dinding beku yang acuh memantulkan segala rasa kesalmu, laki-laki itu malah sibuk menyemai buah kangen yang lain. Dari perempuan lain, katamu. Saat itu aku hanya mampu menulis: Tenanglah. Jauh di palung hatinya, lelaki itu juga takut kehilanganmu.

Aku bicara seperti itu sebab kita bertiga berkawan lebih lama bahkan dari umur ikatan asmara kalian berdua. Kalian pun baikan setelah itu.
Ah, aku mengenal baik kalian.

Namun betapa pun aqku mengenal kalian, tetap saja aku kurang pandai membaca peta. Sampai pada hari di mana ia mengirimkan musim dingin yang benar-benar membuat jalananmu jadi abu-abu –ketika kemarin angin merontokkan helai daun hati dan aku mendapatimu hanya bisa menggigil sendirian, aku menyesal sebab sudah mengirimimu pesan itu. Dia, laki-laki itu, menyakitimu dengan cara yang lebih gila dan aku sama sekali tidak menyiapkan adegan di mana aku harus memelukmu di cuaca yang tidak bersahabat semacam itu. Aku tak punya persiapan untuk terbang ke tempatmu dan merangkai kata-kata yang akan menguatkanmu dari dalam. Belakangan baru kutahu, ternyata aku tak pernah benar-benar mengenal siapa pun termasuk kamu.

Yah, kita seperti sedang menunggu bus di halte. Kemudian bilang bahwa kita tak pernah mengerti tentang kisah perjalanan bus yang datang, menjemput sekaligus menjauh. Kita sering menunggu bus yang sama. Tapi mungkin saja di tengah perjalanan ada kisah yang harus diputuskan, sehingga sebelum senja datang kita sudah berbeda arah. Entah kau yang turun lebih dahulu di terminal depan, atau mungkin juga aku, bisa juga dia, dan bisa siapa saja.

Dan karenanya, membiarkan lelaki itu turun duluan -jika memang kesalahannya membuat ia harus turun lebih dulu guna mempertanggungjawabkan segalanya- aku rasa itu bukanlah satu ide yang buruk. Dan kamu bisa melanjutkan perjalananmu sendiri. Siapa tahu, kamu akan menemukan teman duduk yang baru, yang belum pernah kamu kenal sebelumnya. Yang mungkin saja turun di tempat yang sama denganmu… Percayalah, hari itu pasti akan ada.^^
***
Kamu tahu, dalam satu kisah ada saja arah yang tidak pernah bisa diduga kemana akan membawa kita. Seperti saat itu, misalnya. Aku baru saja mengenal seorang gadis yang entah bagaimana kemudian ia memanggilmu Kakak Ipar. Kalimat ajaib pun seperti begitu saja meluncur dari bibir mungilmu: lelaki baik, memang hanya untuk perempuan yang baik. Seolah kau yakin bahwa kesendirianku selama ini diciptakan Tuhan hanya untuk gadis itu. Dan setahun setelah kalimatmu tersebut, aku sudah tak lagi menggenggam tangannya –sekadar menjaga harapanmu mendapatkan ipar yang baik dan cantik. Entahlah. Mungkin kamu juga tak benar-benar mengenalku setelah 8 tahun ini.

Tapi apa kamu juga tahu, setelah itu pun detik masih terus bergulir. Dan rasanya kita masih akan punya ribuan waktu untuk mencari teman sebangku untuk menemani perjalanan kita -di bus kita masing-masing.

Menurutmu, apakah menunggu sebuah waktu itu terlalu lama?

Denpasar-Surabaya, 27 Juli 2011
# untuk sahabat sedekat saudara yang jauh di sana… Dan untuk siapa saja yang sekiranya sempat merasakan harus berpisah bus dengan orang terkasihnya.

“Maafkan kalau dalam perjalanan ini rasanya seperti labirin bagimu, berputar-putar dan aku tidak cukup membantu dalam menentukan arah…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar