Sore Ini...

i hugged you so tightly, so you won't feel so lonely
Aku mencoba mengingat suatu hari yang entah kapan tapi pasti pernah kita lalui. Kau tahu, tak pernah ada tanggal bagi kita. Memori itu sering muncul begitu saja tanpa perlu terlebih dahulu aku membuka kalender. Kau duduk di tepian telaga malam-malam. Menangis. Kau umpat dunia dan seisinya yang mungkin akan kau hancurkan jika saja kau mampu. Kau begitu menyukai bulan dan bintang, tapi tidak dengan bumi. Kau bilang, bumi terlihat buruk sebab ada banyak laki-laki di dalamnya.
Nampaknya kau sedang patah hati. Dan entah sudah yang keberapa, aku tak ingat.

“Semua laki-laki itu sama.” Katamu, seolah sudah dikhianati oleh seluruh laki-laki. Seolah-olah kau sudah pernah menjadi kekasih semua lelaki. Kau bahkan menafikan bahwa aku yang sedang memeluk menenangkanmu adalah juga laki-laki. Hanya saja kau lebih suka memanggilku, “adik”.  Ah, aku bahkan bukan adikmu…

Pupus

Rasanya aku pernah menyempatkan sedikit waktu untuk menulis pesan padamu -Menanggapi kesakitanmu di satu malam tiga tahun silam. Saat kerinduanmu membentur dinding-dinding beku yang acuh memantulkan segala rasa kesalmu, laki-laki itu malah sibuk menyemai buah kangen yang lain. Dari perempuan lain, katamu. Saat itu aku hanya mampu menulis: Tenanglah. Jauh di palung hatinya, lelaki itu juga takut kehilanganmu.