Korelasi Skripsi dengan Orang-Orang Membosankan di Senayan


Akhir-akhir ini saya menemukan banyak sekali alasan untuk bosan. Rasa bosan tersebut masih harus diakumulasi dengan perasaan exhausted yang membuncah -ketika setelah sekian jurnal bahasa yang saya baca tidak juga memberi saya ilham untuk menentukan judul skripsi agar bisa saya selesaikan akhir April nanti. Barangkali kebosanan saya ini sama besarnya dengan apa yang dirasakan oleh orang-orang DPR. Anda tahu, mereka sedang bernafsu membangun gedung baru senilai triliunan rupiah. Hipotesa saya, mereka hanya bosan dengan gedung lamanya yang tidak memiliki tempat spa, kolam renang, dan fasilitas hotel bintang lima lainnya. “Ini untuk mengoptimalkan kinerja anggota kita,” ujar Marzuki Alie, ketua DPR yang sekaligus merupakan makhluk paling lucu di seantero Sinayan.

Mahasiswa dan Ketakutan Bernama Kenaikan Biaya Kuliah

Di dunia ini, kawan tahu, segala hal yang ada di bawah matahari, pastilah memiliki rasa takut terhadap sesuatu. Seorang rektor takut tidak mendapat SK dari menteri; menteri khawatir terkena reshuffle dari presiden; presiden gerah dengan demo mahasiswa; sedang mahasiswa sendiri cemas dengan rektor yang bisa saja menaikkan biaya kuliahnya.



Hal terakhir di atas tersebut, bisa jadi adalah jenis kekhawatiran yang selau merangsek masuk dalam fikiran mahasiswa setiap tahun ajaran berganti. Ketakutan, apapun bentuknya, seringkali menimbulkan chaos atau kekacauan –minimal kekacauan dalam batin. Hal ini dikarenakan tipikal dari ketakutan itu sendiri yang bersumber pada ketidak jelasan suatu objek. Kita takut dengan hantu sebab kita tidak bisa melihatnya sehingga kita cenderung membayangkan wujud-wujud yang mengerikan yang ada dalam otak kita.

Kado Terindah


Beberapa hari yang lalu, seorang teman bertanya tentang kado apa yang kira-kira cocok dibungkuskan buat kekasihnya. Agak sedikit lucu, mengingat (setahu saya) hubungan mereka yang tidak kurang dari empat tahun sejak mereka masih berseragam putih-abu2.

Dalam masa sepanjang itu, bukankah tidak terlalu sulit untuk sekedar menerka apa yang sekiranya diinginkan oleh pasangan kita. Kemudian saya teringat tentang catatan saya yang berjudul "Tambahkan Cinta dan Kurangi Benci" yang lebih dulu saya posting di Notes (Facebook). Bahwa bukanlah hal yang tidak mungkin untuk kita tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh pasangan kita, justru setelah bertahun-tahun kita mengenal dan dekat dengannya.
Atau... malah bisa jadi juga kita bingung, justru karena kita sudah memberikan semua yang pernah diinginkannya sehingga sulit memilih mainan baru untuknya. Ah, jadi ikut bingung juga akhirnya...

Saya, Ibu, Presiden, dan Sinetron


Beberapa sahabat saya sering memersoalkan tentang kenapa saya jarang pulang padahal rumah relative dekat meski berada di luar Surabaya. Dan setahu mereka, tidak ada yang perlu saya apeli di sini saat akhir pekan tiba.


Itulah satu-satunya kabar baik yang bisa saya sampaikan saat ini setelah lama tak menulis di notes (sejak dari PPL di Kediri).