Saya selalu gusar ketika ditanya teman-teman di kampus, apa yang akan saya lakukan demi menyambut Tahun Baru. Saya bilang, saya belum pernah memiliki ritual khusus untuk menyambutnya. Lagipula itu hanya sebuah tanggal 1 Januari. Tidak berbeda dengan 1 Februari ataupun 1 April.
Dan memang, rasanya sangat sulit menemukan sesuatu yang bernilai dari perayaan Tahun Baru di sini. Maksud saya, apa yang bisa kita dapat dari membakar ratusan kembang api, beramai-ramai pergi ke café, tempat karaoke, atau club, atau sekadar keluar jalan-jalan ke pusat keramaian, lalu mendapati esok paginya sebagian besar dari kita terlambat bangun untuk Shalat Subuh, pergi ke Sekolah Minggu, atau pergi sembahyang ke Vihara? Tidak ada, saya kira.
Jika yang dicari di tahun baru itu hikmah, saya jadi ingat dua orang kakek saya. Kakek saya yang pertama, orang Tionghoa, selalu mengawali tahun baru dengan membersihkan rumah. Dia bilang, sebuah perubahan itu harus dimulai dengan sesuatu yang bersih. Itu filosofi kuno bangsa China, imbuhnya. Beda kakek beda budaya. Kakek saya yang Jawa, setiap menjelang akhir tahun, biasa mengumpulkan anak-anak dan menantunya di kediaman miliknya, memotong beberapa ekor ayam kampung, untuk kemudian dibuat jamuan makan malam. Di acara itulah mereka biasa mengintrospeksi hubungan kekerabatan mereka selama setahun, lalu membicarakan beberapa harapan -semacam resolusi keluarga- yang ingin mereka capai setahun berikutnya. Ah, saya selalu mengagumi dua orang tua ini.^^
Tapi jauh sebelum kakek-kakek itu lahir, sejak 4000 tahun silam, ketika nenek moyang kita masih sibuk berlayar ke sana ke mari, anda tahu, bangsa Babilonia sudah memiliki tradisi Tahun Baru dengan saling meminjamkan peralatan pertanian. Saat itu awal tahun masih disamakan dengan awal musim tani. Mereka lantas membuat sebuah resolusi yang isinya adalah tekad, bahwa di akhir tahun nanti mereka akan berusaha keras meraup hasil panen yang jauh lebih besar.
Dari tahun ke tahun resolusinya terus saja seperti itu, berusaha lebih baik. Mereka terus meyakinkan diri bahwa mereka tidak pernah tahu di tahun berapa musim terburuk yang menghentikan panen akan datang. Dan hingga kini, dari buku-buku sejarah, kita mengenal bangsa Babylonia sebagai salah satu peradaban terbesar dan termaju yang pernah ada.
***
Sekarang sudah bulan Januari. Namun saya terlanjur memiliki keyakinan -yang cenderung pesimistis- bahwa di bulan Desember nanti saya masih akan memiliki sikap aneh ini –menjauhi perayaan. Itu juga jika saya masih punya cadangan umur yang cukup.
Cadangan umur itu menjadi penting mengingat kita tidak pernah tahu berapa jumlahnya. Dan mengenai kaitannya atas perayaan Tahun Baru, kita juga tidak pernah tahu di tahun ke berapa kita akan berhenti merayakan sebuah pergantian tahun oleh sebab cadangan umur yang telah habis. Ketika saya berumur 14 tahun saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, suatu hari kamu akan merasa bahwa hal itu memang benar.” Kata-kata itu mengesankan saya, dan sejak itu saya selalu melihat pada cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri:” Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya ingin melakukan apa yang bisa saya lakukan hari ini?” Dan setiap kali jawabannya ‘tidak ‘, dalam beberapa hari berturut-turut, saya sadar saya perlu mengubah sesuatu.
Sepertinya memang hanya kematian yang akan membuat saya berfikir bahwa Tahun Baru itu bernilai. Meminjam istilah Steve Jobs, ia merupakan alat yang membantu membuat keputusan besar dalam hidup. Mengingat bahwa Tahun Baru merupakan tanda betapa semakin dekatnya kita dengan kematian adalah cara terbaik untuk menghindari perangkap cara berpikir lama yang cenderung membuang-buang waktu, tanpa ada sebuah perbaikan, maka membuat sebuah resolusi penting dalam hidup kita sekarang juga bukanlah sebuah ide yang buruk. Sangat brilian, malah.
Di Babylonia sendiri (Eropa sekarang. red), hari ini, di tengah-tengah krisis ekonomi yang hebat, orang-orang sedang sibuk mewujudkan daftar resolusinya, seperti rencana diet, hidup hemat, berhenti merokok dan meminum minuman beralkohol, meningkatkan prestasi karir, dsb. Resolusi saya tahun ini adalah menyelesaikan kuliah dan berhenti mengemil gorengan. Bagaimana dengan anda, sudahkah membuat resolusi untuk 2012?
Surabaya, 18 Januari 2012 00.55 am
Di malam pergantian tahun, akhirnya saya benar-benar terpuruk sendirian di kamar kos. Menyalakan laptop dan mengemili sebungkus penuh Keripik Maicih level 10 dengan mata berkaca-kaca sebab kepedasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar